Saturday, May 9, 2009

Sajadah Merah dan Bisikan Malam

Malam ini. Mulai lagi.

Aku tak pernah keberatan ketika dia menggelarku dan mulai berdiri melihat ke ujung kepalaku. Aku tergelar di ubin dingin kamarnya atas nama kesetiaan. Aku sudah ditakdirkan untuk setia selamanya padanya. Aku dan dia membentuk visual sebuah sudut siku-siku. Dia berdiri dengan tegaknya dengan pakaian semacam jubah lebar dan menutup kaki. Dan aku disini. Menunggunya duduk bercerita. Ada apa lagi dengannya?

Warnaku merah. Dia sangat menyukai warna merah pada benda sepertiku. Entah. Mungkin secara psikologis, warna merah sering diartikan sebagai warna penyemangat (tak usah disangkutpautkan dengan kemarahan.) Lebih tepatnya warna merah yang selalu kebasahan. Bagaimana tidak, aku sering dimandikan dengan air matanya. Air mata yang mengandung banyak kegelisahan dan keharuan.

Dia sering begitu. Dia suka bercerita apa saja pada Tuhannya. Dia selalu berdoa untuk semua orang yang dia sayangi. Meski kenyataannya, dia bisa saja menjadi orang yang paling menyebalkan seantero jagad. Dia tidak suka dianggap manis karena dia "mendingan" dianggap ngeselin sekalian tapi sebenarnya dia orang yang sangat tidak tegaan. Aneh. Dia salah seorang yang aneh diantara banyak manusia yang aneh.

Dan malam ini si bebal memohon ampun lagi. Sederhana. Orang-orang tak perlu repot "memperhatikan"-nya. Dia hanya perlu dirinya sendiri dan Tuhannya. Semua yang dia lakukan, hanya untuk orang-orang terkasihnya. Dan dia sering bergumam diatasku, katanya dia tak mengharap apa-apa. Selain Tuhan berbaik hati mengampuni atas semua kekhilafan yang telah dia lakukan dan dia sering mengeluarkan air mata itu untuk hal itu... Termasuk malam ini.

Dia hanya duduk diatasku. Diam. Sedetik dua detik dia sering berbisik-bisik. Bisikan itu istigfar. Dan doa untuk sebuah kekuatan.

No comments:

Post a Comment