Tuesday, May 26, 2009

We 'Loft' Our House


Di Indonesia, mungkin masih asing dengan
loft, yaitu tempat tinggal 'mini' berupa loteng yang bisa menampung berbagai aktivitas pemiliknya. Sekilas mungkin tampak seperti apartemen, tapi loft biasanya berukuran jauh lebih kecil. Untuk memenuhi life style, loft mulai banyak dilirik oleh kaum berada di kota metropolis, khususnya eksekutif muda sampai kalangan artis yang menginginkan gaya hidup masa kini.


Aslinya, loft merupakan tempat tinggal 'buangan', karena tempatnya berupa loteng-loteng sempit. Loft dulunya sebagai tempat pelarian para seniman di Manhattan, karena mereka tidak memiliki tempat tinggal akibat tergusur kaum borjuis dan pabrik-pabrik yang menempati tanah mereka. Kemudian para seniman tersebut membangun tempat/ruangan berukuran kecil untuk memenuhi kegiatan mereka untuk tidur, makan, melukis, mandi, dan lainnya.


Loft mulai dikembangkan di Los Angeles pada 2001. Dimana adanya undang-undang yang memaksa penduduk untuk tinggal tidak berdekatan dengan pabrik maupun perkantoran. Hal inilah yang mempelopori para pengembang untuk mendirikan loft-loft baik yang murah sampai yang mahal sesuai kebutuhan.


Saat ini jumlah loft di Indonesia masih bisa dihitung. Mungkin sementara ini hanya ada di Jakarta. Dan jangan ditanya mengenai harganya. Kita harus merogoh kocek puluhan bahkan ratusan juta, bahkan ada pula loft yang harganya lebih mahal daripada membeli rumah beserta tanahnya.


Maklumlah, banyak orang yang lebih mengagungkan prestise dan manyampingkan materi. 'Loteng' yang harganya selangit itu biasanya diisi dengan furnitur yang lengkap, bahkan bisa diisi sesuai selera warna, tipe, maupun tekstur dari pemilik loft.

Tapi, lahan yang terbatas tak jadi halangan untuk memiliki rumah impian. Dengan kreatifitas dan usaha ekstra, home sweet home tetap dapat tercipta. Sumber:Kapanlagi.com ( http://www.kapanlagi.com/a/loft-of-my-life.html )


Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: ingin bisa sampai di rumah saat senja supaya saya dan senja sempat minum teh bersama di depan jendela. - Joko Pinurbo

Tips:
- Pilih furnitur yang simpel, tak banyak pernik, dan ukuran midi (sedang).
- Salah satu dinding dapat dilapisi kaca yang mampu memberi kesan luas pada ruangan
- Perabot seperti lemari atau rak, pilihlah yang 'built in'
- Beri aksentuasi warna cerah pada bantal sofa, lukisan, atau bentuk furnitur yang bergaris dinamis dan modern
- Aksentuasi cukup pada 1-2 item di satu ruangan untuk pusat perhatian

Gambar: hasil googling dan dokumentasi stephendavid

Saturday, May 9, 2009

Sajadah Merah dan Bisikan Malam

Malam ini. Mulai lagi.

Aku tak pernah keberatan ketika dia menggelarku dan mulai berdiri melihat ke ujung kepalaku. Aku tergelar di ubin dingin kamarnya atas nama kesetiaan. Aku sudah ditakdirkan untuk setia selamanya padanya. Aku dan dia membentuk visual sebuah sudut siku-siku. Dia berdiri dengan tegaknya dengan pakaian semacam jubah lebar dan menutup kaki. Dan aku disini. Menunggunya duduk bercerita. Ada apa lagi dengannya?

Warnaku merah. Dia sangat menyukai warna merah pada benda sepertiku. Entah. Mungkin secara psikologis, warna merah sering diartikan sebagai warna penyemangat (tak usah disangkutpautkan dengan kemarahan.) Lebih tepatnya warna merah yang selalu kebasahan. Bagaimana tidak, aku sering dimandikan dengan air matanya. Air mata yang mengandung banyak kegelisahan dan keharuan.

Dia sering begitu. Dia suka bercerita apa saja pada Tuhannya. Dia selalu berdoa untuk semua orang yang dia sayangi. Meski kenyataannya, dia bisa saja menjadi orang yang paling menyebalkan seantero jagad. Dia tidak suka dianggap manis karena dia "mendingan" dianggap ngeselin sekalian tapi sebenarnya dia orang yang sangat tidak tegaan. Aneh. Dia salah seorang yang aneh diantara banyak manusia yang aneh.

Dan malam ini si bebal memohon ampun lagi. Sederhana. Orang-orang tak perlu repot "memperhatikan"-nya. Dia hanya perlu dirinya sendiri dan Tuhannya. Semua yang dia lakukan, hanya untuk orang-orang terkasihnya. Dan dia sering bergumam diatasku, katanya dia tak mengharap apa-apa. Selain Tuhan berbaik hati mengampuni atas semua kekhilafan yang telah dia lakukan dan dia sering mengeluarkan air mata itu untuk hal itu... Termasuk malam ini.

Dia hanya duduk diatasku. Diam. Sedetik dua detik dia sering berbisik-bisik. Bisikan itu istigfar. Dan doa untuk sebuah kekuatan.

Wednesday, May 6, 2009

Graduation Day 170309





Saya anggap ini adalah akhir dari cerita lika-liku sebagai mahasiswa. Tapi dunia menganggap hari ini adalah momentum saya harus hadapi dunia yang sebenarnya. Menyesal? Tidak! Saya anggap ini sebagian kecil dari aktualisasi diri. Sekarang, saya masih mempertimbangkan apakah saya ambil beasiswa S2-nya atau tidak.



Terima kasih banyak saya haturkan:
1.papa, mama, opi yg aku sayangi dgn setiap serat tubuhku
2.pak ipul dan pak yudi yg bersedia menjadi dosen pembimbing dan atas segala saran serta bantuan Bapak.
3. Isma, Eka, Puri, Riani, Novi, Zianita. I love u so much, gals...
4. Media Publica. What can i say? I'm 'bigger' because of u
5. Andreas Harsono dan Priyo Santosa atas teori jurnalistiknya
6. Kurie Suditomo Tempo atas kesediaannya utk saya wawancara
7. Mas Pepi yg mau benerin laptop saya
8. Teman2 yg sama2 puyeng di perpustakaan era Nov08-Feb09
9. Estu Santoso. Jangan pernah bosan berusaha & berdoa untuk kita yang lebih baik
10. Anda. Yang telah mewarnai hari-hari saya






Friday, May 1, 2009

Cerita Satu Hari di Kamis Mendung

Siang ini Jakarta diguyur hujan deras yang menggoda untuk tetap diam di rumah dan membatalkan janji dengan teman saya. Tapi, berhubung saya sudah 'gerah' di rumah dan janji adalah utang, saya membuang jauh rasa malas dan bergegas mengurus keperluan saya hari ini.

Ketika saya ke bank (ah, ini karena kecerobohan saya lupa mencatat PIN atm baru. Ugh!), saya ditawari account di salah satu program tabungan yang menurut saya resikonya rendah. Sebut saja kali, ya, saya akhirnya setuju membuka account di Tabungan Rencana Mandiri. Simpelnya, tak ada salahnya menabung, lagipula persyaratannya cukup mudah dan saya bisa memiliki simpanan untuk "keselamatan finansial". Hehee..

Berbincang sebentar dengan Costumer Service, saya 'ditantang' untuk menaruh aplikasi lamaran saya di Bank Mandiri dan dia bisa membantu mengirimkannya karena setiap hari ada supir dari kantor kanwil yang mengantar surat2 kantor. Hmmm, kenapa tidak? Namanya juga usaha dan saya pun tidak berharap banyak, tidak seperti caleg yang stres karena memasang target kelewat tinggi...*hooppp!!! balik lagi ke topik..*

Hujan mereda dan saya sampai di kampus yang sudah diramaikan oleh acara musik (kampus saya kebanyakan 'seniman'. Hihihi). Namun, saya mendapat kabar duka bahwa ayah teman sekelas saya pas kuliah meninggal dunia. Saya berniat ke rumah teman saya selepas solat magrib di kampus karena teman saya ini orangnya sangat baik. Saya dijenguk olehnya ketika saya bolak-balik diinfus di RS dan bersedia mengantar saya ke Palmerah siang bolong.

Pas sebelum solat magrib saya lagi-lagi mendapat kabar duka bahwa ibu dari senior saya di kampus meninggal dunia, juga karena sakit. Lalu, ketika saya melewati daerah Palmerah, juga ada bendera kuning plastik lain yang bertengger di mulut gang. Innalillahi wa inna ilaihi raji'uun...

Untung saya sampai di rumah teman saya dengan selamat dan tidak nyasar (hahay, saya tidak takut nyasar, kok!). Kondisi teman saya baik dan terlihat sabar, bahkan dia masih sempat cubit-cubit lengan saya, dan balasannya saya selalu menggeram kesal padanya.

Pulangnya, saya meneduh di mulut gang di kedai kopi yang tutup. Di situ ada seorang Bapak sedang nongkrong sambil merokok. Dan saya suka mengobrol dengan orang asing. Tapi ini sangat mengandalkan insting saya dan alhamdulillah selama ini saya dilindungi Allah SWT. Kami bercerita (dan saya bercerita ala kadarnya) dan begitu tahu bahwa saya seorang jobseeker, Bapak itu turut mendoakan agar saya segera dapat kerja (AMIN!) dan insya Allah berjodoh dengan pria yang akan menjemput saya sebentar lagi. Amin, amin!

Waktu sudah menunjukkan jam 21.30. Ketika sampai di rumah, saya mengobrol sebentar dengan Bapak via telepon. Menanyakan kabar dan mempersilahkan Bapak untuk menyempatkan diri datang ke rumah saat Beliau ke Jakarta Juli nanti bersama cucunya nonton MU! Alhamdulillah, Bapak mau menyempatkan diri datang dan ingin melihat saya (heheee..).

Dan Beliau juga menanyakan apakah saya sudah mendapat pekerjaan. Tumben, saya dengan ringan menjawab, "Belum, Pak. Saya sudah melamar tapi belum dipanggil-panggil." Beliau mengajak saya untuk berpikir pada jalur lain.

"Insya Allah nanti dapat. Allah belum memberi berarti Allah mau kita merasakan prihatin dulu. Kalau langsung dapat nanti kita kesenengan. Yang penting tetap meminta, saya juga sebagai orang tua hanya bisa mendoakan anaknya."

..............
.............
.............

Saya merasa bersyukur dan adem. Bagaimana tidak, saya memiliki dua Bapak dan Bapak yang satu itu sangat mampu menentramkan hati saya. Doaku untuk Bapak dan keluarga disana, semoga selalu diberkahi kesehatan dan keselamatan. Matur sembah nuwun, Pak.


P.S; Turut berduka cita atas wafatnya ayahanda Bari di Rawa Belong dan ibunda Bang Rahmat MP di Klender. Semoga Allah menerima amal ibadah beliau dan keluarga diberi ketabahan. Amin.