Tuesday, December 30, 2008

Tapol


Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Ngarto Februana
This book was totally emotional! the setting was about Gestapu '65. I read this by Mas Tatu's recomendation (thank's, Hon...). He said that this was a romantic book. What?! I thought this book was only 'kiri' issue. (indonesian called communist is 'kiri'). I spent only 4 hours. Because the book is only 170's pages.I could read hundred pages of books. hehe.

The interesting parts are Ngarto was on the right rail to tell us about Indonesia Communist Party in 60's. He took some references about its history and mixed it into his story, tell us about Gestapu's victim and how they survive in 20 years later. It was great. To you, fiction readers, this one is recommended. This book is light, u can get the point without complication.

FYI, Indonesia Communist Party was about the giants of this Republic. Soekarno (his Nasakom), Soeharto (and his hell soldiers), and student movements. Then, Ngarto could combine three elements became a sentimental fiction. Can u imagine when u're innocent but this government injustice to u as their people however? And the government can destroy all side of ur life? The tragedy of Gestapu is an unforgiven sin in this Republic!

Friday, December 26, 2008

KOLASE NOSTALGIA





Kenapa saya sangat suka foto-foto?

Simpel saja.

Saya masih ingin terus mengingat masa lalu baik senang maupun susah.

Foto-foto ini AKAN menjadi selimut untuk menghangatkan saya di masa-masa manula...

Tuesday, December 9, 2008

A Cat In My Eyes, Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa


Rating:★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Fahd Djibran
Guru yang baik pasti selalu mengajak murid-murid di kelasnya untuk selalu bertanya. Orangtua yang baik akan menanyakan sesuatu untuk meyakinkan mereka sendiri kalau anaknya baik-baik saja. Teman yang baik selalu menanyakan apa kita butuh bantuannya di kala kita sedang sedih. See, berarti bertanya itu tidak membuat seseorang menjadi abnormal karena bertanya itu (sungguh) tak membuatmu berdosa.

Premis itu yang menggerakkan Fahd Djibran menulis berbagai macam pertanyaan (yang tak seluruhnya bisa terjawab) ke dalam prosa, puisi, sketsa, dan cerita pendek yang terangkum dalam sebuah buku.

Judulnya sangat representatif dengan isi bukunya yang sekilas ‘ringan’ tapi ternyata bisa bikin kedua ujung alis kita bertemu juga. A Cat In My Eyes. Kucing di dalam mataku? Secara harafiah memang sedikit membingungkan. Tapi coba perhatikan hewan yang menjadi inspirasi Fahd ini; matanya tajam, selalu awas, dan curious. Dan Fahd pun sangat tepat mengumpamakan isi buku ini dengan mata kucing itu.

Penulis yang juga pendukung Persib ini mampu menenggelamkan pembaca sehingga pembaca tersadar akan segala pertanyaan yang dalam kehidupan sehari-hari terkesan biasa saja.

Walau kita yang membaca kebanyakan ikut merenungi sesuatu dan tidak mendapat jawaban secara gamblang, Fahd membebaskan diri kita sendiri untuk menemukan jawaban yang sesuai dengan kadar pengetahuan dan keimanan kita.

Coba baca bab “Pertem(p)u(r)an Dengan Tuhan”. Sisi spiritual Fahd membuat kita terharu sehingga kita berkaca pada diri sendiri kapan terakhir kali kita berjibaku dengan Tuhan.

Tapi, Fahd juga bisa ‘jahil’ dalam merangkai dan menentukan ending ceritanya. Saat kita membaca judul “Matamu Yang Sepi” dan membaca tiap alinea ceritanya, kata-kata yang tertulis sangat romantis bak pria sedang kasmaran. Tapi, kita sebagai pembaca akan ‘nyengir’ dan merasa sedikit ditipu Fahd kalau membaca bab ini sampai habis.

Atau buat para cewek, membaca bab yang berjudul “Cantik”, akan membayangkan perlakuan manis cowok kita saat mereka bilang kalau kita ini perempuan miliknya yang paling cantik sedunia. Hmmm…

Ke-27 bab tulisan Fahd ini memiliki benang merah meski cerita antara bab satu dan bab lain belum tentu sama. Kita seperti membaca curhatnya Fahd dalam hal hidup, perasaan cinta yang universal, kemisteriusan waktu, sampai keyakinannya pada Tuhan.

Latar cerita dari kehidupan sehari-hari menjadi kunci agar pembaca dapat dengan mudah memahami maksud dan pertanyaan Fahd yang banyak banget (siap-siap deh, ada banyak tanda tanya pada buku ini).

Namun, ritme keseluruhan cerita yang hampir serupa bisa jadi membuat pembaca harus tarik napas sebentar atau lanjut membuka halaman selanjutnya beberapa saat kemudian. Kata-kata dalam buku ini membuat kita berpikir, sih.

Untungnya, font dan grafis yang dipakai cukup simpel sehingga tidak bikin mata kicer. Eh, masih ingat buku yang berjudul Dunia Sophie? A Cat In My Eyes bisa dibilang satu tipikal dengan buku filsafat itu. Atau Filosofi Kopi karya Dee? Konsepnya memang agak mirip. Tapi, buku ini hadir dengan versi Fahd sendiri, tentunya. Dan Fahd masih punya banyak waktu untuk bereksplorasi sehingga bisa menelurkan karya-karya lain yang juga cerdas.